
Beriklan dan Menjuallah dengan Angka, Jangan dengan kata sifat.
Di suatu event NGO pertengahan Februari 2009.
Semua ruangan di Jakarta Hilton Convention Centre terisi penuh dengan pemerhati bencana, baik itu pemerintah, private sektor dan NGO.
Sementara di tempat lainnya, cahaya lampu berpijar terang diantara stand-stand pameran NGO yang memaparkan cerita dan solusi tentang bencana di negeri ini
Rasanya, kok ada yang aneh ya ? hampir dua jam berkeliling melihat stand yang ada, sepertinya melihat hal serupa, senada, dan biasa-biasa saja. Hampir semua stand hanya menampilkan sisi miris dari bencana itu sendiri, walaupun ada satu dua yang menawarkan brosur tiket menuju surga.
Semua stand seolah-olah mengatakan betapa hebatnya produk tersebut. Produk itu ada yang berbentuk gagasan, pendampingan pasca bencana hingga pengurangan risiko bencana.
Produk itu secara mencolok diiklankan sebagai lebih cepat, lebih manusiawi, lebih peduli, lebih baik. Produk itu memaksimalkan, meminimalkan, mengoptimalkan. Produk itu paling handal, paling tokcer, tepat sasaran, mengurangi resiko.
Tetapi apa yang dipahami pengunjung pameran setelah membaca bahwa suatu produk “lebih manusiawi dan lebih baik dari produk lainnya”, atau lebih tepat sasaran” atau lebih mengurangi resiko bencana”? ‘Apa artinya lebih manusiawi’, seberapa “peduli’ ; seberapakah ‘lebih banyak’? Apakah ‘lebih sedikit’ sama dengan lima atau lima puluh? Setelah membaca klaim produk berbasis kata sifat, pengunjung tidak memahami apa-apa!
Al hasil semuanya menggunakan kata sifat kosong untuk menjual produk, gunakanlah angka. Gunakan fakta dan data. Biarlah fakta dan data. Biarkan fakta bicara untuk dirinya sendiri. Pengunjung pameran akan memahaminya.
Pengunjung sangat bosan dengan kata sifat yang membanggakan diri sendiri. Mereka terbiasa dengan kata sifat dan mengabaikannya. Mereka juga telah mendengar setiap iklan dalam berbagai cara. Fakta adalah hal yang berbeda. Pengunjung menyukai perbedaan, menyukai fakta, karena mereka suka memutuskan untuk dirinya sendiri. Faktalah yang menjual.
Bayangkan percakapan antara dua orang ini tentang Situ Gintung ;
Orang I : “Anda harusnya melihat jebolnya tanggul Situ Gintung. Serem
Banget.”
Orang II : “Seberapa serem?”
Orang I : “Serem banget! Banyak banget korbannya.”
Orang II : “Berapa banyak korban?”
Orang I : “Uhhh, banyak dehh pokoknya!”
Setelah percakapan ini, orang II tidak mendapatkan informasi apa-apa! Seorang yang melakukan kampanye yang baik harusnya paham hal ini,” Anda harus berkunjung dan memberi bantuan untuk korban Situ Gintung. Ada 91 korban meninggal, ada 113 orang hilang. Situ Gintung yang dalamnya 10 meter dan luasnya 21 ha lebih, menampung air lebih dari 2 juta liter kubik air jebol pagi tadi. Dapatkah kita mengatur jadwal untuk mengunjunginya?”
Atau ajakan untuk ikut program “Earth hour” pada 28 Maret 2009 dari jam 20.30 hingga 21.30 : “Marilah kita mencintai bumi kita dengan mematikan lampu selama satu jam atau “ Mari bergabung dengan 1 milyar orang untuk menyelamatkan bumi dari global warming. Listrik yang anda matikan dapat membuat terang 900 desa, menyelamatkan 284 pohon, yang pasti ; menambah oksigen bagi bumi kita.”
Jangan beriklan dan dengan kata-kata sifat yang tak memberi nilai bagi orang lain. Libatkan emosi mereka. Gunakan angka, jangan narasi. Gunakan fakta, jangan fantasi. Jangan berkhotbah; beriklanlah!
Antonius Ratu Gah
Untuk persiapan DRR Market International Global Platform
Tidak ada komentar:
Posting Komentar