Tentang Kami

Perkumpulan Skala, adalah lembaga nir laba yang berbentuk perkumpulan, beranggotakan para jurnalis berdiri tahun 2005, bekerja untuk

1. Produksi dan membuat program siaran radio, penulisan artikel, serta mengembangkan dan memanfaatkan media alternatif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang issu lingkungan, pendidikan dan sosial. Kami juga memanfaatkan jaringan media untuk mengembangkan issu yang menjadi perhatian kami.

2. Meningkatkan kapasitas para jurnalis terhadap issu-issu yang yang menjadi perhatian kami, kami juga menjalin kerjasama dengan beberapa media internasional (Sidney Broadcasting Service, Deutche Welle, NKH Jepang, dll. Sebagai bagian untuk mengembangkan jaringan

3. Riset, perkumpulan skala juga mengembangkan divisi riset sebagai pendukung dalam proses penulisan dan memproduksi berbagai siaran radio.

Beberapa Program Yg Sudah Dikembangkan

Bekerjasama dengan Adkasi (Asosiasi DPRD Seluruh Indonesia) untuk melatih anggota DPRD merancang anggaran yang peduli dengan rakyat (pro poor budget) memperoleh dukungan dari MDG’s Program

Bekerjasama dengan UNPD untuk program SGPPTF (Small Grant Programe for Promote Tropical Forest) mendesain dan membuat strategi komunikasi serta mendisain social marketing untuk program tersebut

Kerjasama dengan CSF, memproduksi siaran radio tentang perubahan iklim, untuk jaringan radio komunitas di Lampung, Jambi dan Aceh

Melatih Menulis guru-guru di Jakarta dalam rangka meningkatkan kapasitas guru untuk memperoleh sertifikasi.

Kampanye Tentang UU Kehutanan No. 41 kerjasama dengan HuMA,melalui talkshow di beberapa radio di Jakarta dan kunjungan media ke beberapa lokasi pengem bangan

Melatih Remaja, menulis kreatif, dalam rangka meningkatkan kapasitas remaja putri, memperoleh dukungan dari Tupperware Indonesia.

Media Centre di Kampung CSO, pada pertemuan COP 13 di Bali

Sabtu, 04 April 2009

Beriklan dan Menjuallah dengan Angka, Jangan dengan kata sifat.


Beriklan dan Menjuallah dengan Angka, Jangan dengan kata sifat.

Di suatu event NGO pertengahan Februari 2009.

Semua ruangan di Jakarta Hilton Convention Centre terisi penuh dengan pemerhati bencana, baik itu pemerintah, private sektor dan NGO.

Sementara di tempat lainnya, cahaya lampu berpijar terang diantara stand-stand pameran NGO yang memaparkan cerita dan solusi tentang bencana di negeri ini

Rasanya, kok ada yang aneh ya ? hampir dua jam berkeliling melihat stand yang ada, sepertinya melihat hal serupa, senada, dan biasa-biasa saja. Hampir semua stand hanya menampilkan sisi miris dari bencana itu sendiri, walaupun ada satu dua yang menawarkan brosur tiket menuju surga.

Semua stand seolah-olah mengatakan betapa hebatnya produk tersebut. Produk itu ada yang berbentuk gagasan, pendampingan pasca bencana hingga pengurangan risiko bencana.

Produk itu secara mencolok diiklankan sebagai lebih cepat, lebih manusiawi, lebih peduli, lebih baik. Produk itu memaksimalkan, meminimalkan, mengoptimalkan. Produk itu paling handal, paling tokcer, tepat sasaran, mengurangi resiko.

Tetapi apa yang dipahami pengunjung pameran setelah membaca bahwa suatu produk “lebih manusiawi dan lebih baik dari produk lainnya”, atau lebih tepat sasaran” atau lebih mengurangi resiko bencana”? ‘Apa artinya lebih manusiawi’, seberapa “peduli’ ; seberapakah ‘lebih banyak’? Apakah ‘lebih sedikit’ sama dengan lima atau lima puluh? Setelah membaca klaim produk berbasis kata sifat, pengunjung tidak memahami apa-apa!

Al hasil semuanya menggunakan kata sifat kosong untuk menjual produk, gunakanlah angka. Gunakan fakta dan data. Biarlah fakta dan data. Biarkan fakta bicara untuk dirinya sendiri. Pengunjung pameran akan memahaminya.

Pengunjung sangat bosan dengan kata sifat yang membanggakan diri sendiri. Mereka terbiasa dengan kata sifat dan mengabaikannya. Mereka juga telah mendengar setiap iklan dalam berbagai cara. Fakta adalah hal yang berbeda. Pengunjung menyukai perbedaan, menyukai fakta, karena mereka suka memutuskan untuk dirinya sendiri. Faktalah yang menjual.

Bayangkan percakapan antara dua orang ini tentang Situ Gintung ;

Orang I : “Anda harusnya melihat jebolnya tanggul Situ Gintung. Serem

Banget.”

Orang II : “Seberapa serem?”

Orang I : “Serem banget! Banyak banget korbannya.”

Orang II : “Berapa banyak korban?”

Orang I : “Uhhh, banyak dehh pokoknya!”

Setelah percakapan ini, orang II tidak mendapatkan informasi apa-apa! Seorang yang melakukan kampanye yang baik harusnya paham hal ini,” Anda harus berkunjung dan memberi bantuan untuk korban Situ Gintung. Ada 91 korban meninggal, ada 113 orang hilang. Situ Gintung yang dalamnya 10 meter dan luasnya 21 ha lebih, menampung air lebih dari 2 juta liter kubik air jebol pagi tadi. Dapatkah kita mengatur jadwal untuk mengunjunginya?”

Atau ajakan untuk ikut program “Earth hour” pada 28 Maret 2009 dari jam 20.30 hingga 21.30 : “Marilah kita mencintai bumi kita dengan mematikan lampu selama satu jam atau “ Mari bergabung dengan 1 milyar orang untuk menyelamatkan bumi dari global warming. Listrik yang anda matikan dapat membuat terang 900 desa, menyelamatkan 284 pohon, yang pasti ; menambah oksigen bagi bumi kita.”

Jangan beriklan dan dengan kata-kata sifat yang tak memberi nilai bagi orang lain. Libatkan emosi mereka. Gunakan angka, jangan narasi. Gunakan fakta, jangan fantasi. Jangan berkhotbah; beriklanlah!

Antonius Ratu Gah

Untuk persiapan DRR Market International Global Platform

Tidak ada komentar: